Rabu, 20 Februari 2013

Aku Lebih Memilih Dia Menyalahkanku Dan Memakiku

"Waktu itu kita baik2 aja. Gak ada masalah apa-apa. Aku menikmati hidupku yg selalu dihiasi tawa karenanya. Begitu juga dia. Dia menikmati setiap waktu-waktu bersamaku.
Tiap pagi dia selalu telepon aku untuk sekedar ucapi good morning dan selamat beraktifitas.
Sebaliknya, jika jam istirahat siang dimulai aku mencarinya dan mengajaknya makan siang bareng.
Selepas selesai jam kerja dia datang kekantorku menjemput dan mengantarku pulang ke kost. Kadang aku deluan yang menunggu kehadirannya menjemputku.
Gak jarang kami mampir makan di warung atau cafe sebelum akhirnya sampai ke kost.

2 setengah tahun kita jalani hubungan waktu itu. Semuanya terasa indah. Terkadang kita suka ribut2 kecil, tapi ujung2nya dia suka gelitikin perutku sampai aku akhirnya tertawa gak bisa menahan geli. Yang aku suka darinya, dia selalu sabar walau aku udah bawel yg kebangetan. Kadang aku sengaja membuat tingkahku semakin menjadi jadi didepannya, manja yang kelewatan. 

Tapi dia cuma mengeluh kecil doang.
Tubuhku rentan, gak bisa capek. Gampang sakit. Mudah demam, diare yg sembuhnya kadang sampe dua minggu bahkan lebih.

Suatu hari dia ditugaskan ke Semarang dari kantornya selama 2 bulan. Kita LDR selama 2 bulan. Cuma komunikasi dari telepon, sms, YM. Sedangkan aku di Bandung, dan harus tetap kerja.
Sampai berakhir 2 bulan, dia kembali ke Bandung. Kita saling melepas rindu dikala itu.
Masa2 indah terlewati sampai 4 tahun.
Sampai akhirnya aku pergi dari hidupnya.
Sekarang ya aku pilih tinggal di Medan.
Dan dia sampai sekarang gak pernah tau klo aku di Medan. Aku juga gak berharap dia tau. Aku gak mau dia tau. Aku gak mau lagi memiliki hubungan dengannya bahkan aku juga gak mau lagi walau hanya sekedar jumpa dengannya. Aku sudah memutuskan, dia lebih bahagia tanpa adanya aku.
Dan aku menyesal pernah mengenalnya dan sangat menyesal pernah melewati waktu-waktu yang indah dengannya. Aku sangat menyesal..."


Hatiku sangat terhenyut dengan cerita wanita yang di hadapanku. Dari awal ceritanya dia sangat bahagia menceritakannya, banyak moment indah yang mereka lewati bersama. Bukan moment yang mahal atau pun mewah, tapi hal kecil.
Makan di warung bersama sebelum pulang kerumah, ucapan selamat pagi via telepon, sms selamat istirahat, gelitikan yang mencairkan suasana.. Mereka bahagia meski semuanya hanya hal kecil.

"Mungkin dia saat ini sangat membenciku. Karna aku meninggalkannya tanpa kabar. Bahkan waktu itu aku pergi tanpa ada ribut sedikit pun dengannya. Aku gak bisa banyangi gimana perasaannya. Sangat tersayat karena perbuatanku. Aku sangat yakin dia kehilanganku. Aku sangat mengenalnya.
Aku merindukannya walau aku gak mau lagi berjumpa dengannya. Aku masih membayangkannya walau aku menyesal telah mengenalnya. Teman temannya pasti telah mengecapku sebagai wanita tidak berperasaan. Tapi mereka tak tau apa yang aku lakukan adalah karena cintaku yang begitu besar kepadanya."


Wanita ini...
Aku tau dia sangat mencintai kekasih yang ditinggalkannya. Terlihat dari wajahnya, terutama air matanya yang jatuh sampai membasahi kerah bajunya.
Tidak ada kepura puraan dari raut wajahnya.

"Aku meninggalkannya sejak aku tau kalau aku positif HIV."

Isak tangisnya semakin dalam. Aku mencoba mengelus bahunya agar dia mendapatkan sedikit kekuatan dan kesabaran.
Ditengah sakit yang dideritanya, dia masih terus berusaha kuat hanya untuk menyembunyikan apa yang dirasakannya sesungguhnya.

"Aku gak mau dia semakin serius denganku dan dengan hubungan itu. 
Itu hanya membuat dia sakit dikemudian hari. Aku gak mau dia menjadi seperti aku, dan aku gak mau dia memiliki keturunan yang menderita karena aku. 
Karna aku adalah korban. Ibuku meninggal dunia waktu aku masih duduk di bangku SMP, orang-orang bilang karena kanker darah, tapi aku tau yang sebenarnya dia mengidap virus yang sama sepertiku. Saat itu aku tidak tau kalau ibuku dulunya mencari uang untuk memberiku makan dari hasil jual diri. Ayahku pergi merantau keluar kota sejak aku masih berumur 3 tahun. Dan dia gak pernah kembali lagi sampai ibuku meninggal. Entah seperti apa wajahnya aku gak mengenalnya.
Aku gak mau banyak menyakiti orang-orang. Sejak ibuku meninggal aku sudah terbiasa sendiri. Aku mencari uang sendiri, walau kadang Tante membantu biaya sekolahku. Bahkan aku mulai kuliah semenjak aku mampu kerja dan memiliki penghasilan tetap.

Itu alasan aku meninggalkannya dan alasan aku untuk menyakiti perasaanku sendiri.
Awal awal memang sangat terasa sakit, tapi perlahan aku ikhlas demi kebahagiaannya. Walau dia disana sangat menyalahkanku. Aku l
ebih memilih dia menyalahkanku dan memakiku dari belakang,dari pada dia memaafkanku dan menerima segala kondisiku apa adanya.
Walau dengan keadaan yang sebenarnya sulit untuk aku terima, tapi aku akan selalu mendoakannya agar dia bahagia dalam hidupnya meski pernah aku sakiti. Aku gak pernah lagi merasakan nikmatnya makan di warung, gak pernah lagi merasakan gimana rasanya dimanja olehnya. Karna aku melewati waktu tanpanya sejak 8 tahun yang lalu.
Aku lebih memilih hidup tanpa menikah dari pada harus menikah hanya merugikan orang banyak.
Aku juga gak bisa menyalahi ibuku, karna dia hanya berusaha bagaimana caranya agar bisa membesarkanku. Ini semua takdir. Dengan begini aku tau rasa syukur dan aku bisa lebih banyak berbuat baik dengan banyak orang.
Aku sering merasakan sakit dari dalam tubuhku. Sudah banyak vitamin yang aku konsumsi agar staminaku tetap stabil. Walau aku tau penyakit ini tidak ada obatnya, setidaknya aku memberi tiang agar tetap bisa berdiri walau tidak bisa banyak melakukan kegiatan.

Aku sangat merindukannya. Yang paling aku tau darinya dia bukan lelaki yang mudah menyerah. Bahkan bisa dibilang dia tidak pernah menyerah. Aku belajar ini dari dia. Dia lelaki yang sangat aku cinta"


Dia terpisah karena keinginannya. Wanita ini sangat kuat, sangat tegar. Tak pernah menyalahkan siapapun, walau hidupnya menjadi korban. Hatinya begitu suci, menerima kenyataan dan sakit namun dia sangat ikhlas.
Betapa besar cinta mereka.
Bahkan dia tidak pernah lagi menikmati hal kecil yang menjadi momen indah.
Wahai kakak... Kuatlah dalam deritamu.
Sabarlah dalam setiap sedihmu...
Tuhan mengerti maksudmu dan mengerti tentang hidupmu. :')

*Identitas dirahasiakan. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar